SEPUTAR HUKUM ISLAM
(Pengertian, Ruang Lingkup dan Prinsip)
Pendidikan Islam - Hukum Islam by admin on 30 September 2014
Pengertian Hukum Islam
Menurut Hasby Ash Shiddieqie menyatakan bahwa hukum islam yang sebenarnya tidak lain dari pada fiqh islam atau syariat Islam, yaitu koleksi daya upaya para fuqaha dalam menerapkan syariat Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat. [1]
Istilah hukum islam walaupun berlafad Arab, namun telah dijadikan bahasa Indoneisa, sebagai terjemahan dari Fiqh Islam atau syari’at Islam yang bersumber kepada al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijmak para sahabat dan tabi’in. lebih jauh Hasby menjelaskan bahwa Hukum Islam itu adalah hukum yang terus hidup, sesuai dengan undang-undang gerak dan subur. Dia mempunyai gerak yang tetap dan perkembangan yang terus menerus.[2]
Hukum islam menekankan pada final goal, yaitu untuk mewujudkan kemaslahatan manusia.. fungsi ini bisa meliputi beberapa hal yaitu : a. fungsi social engineering. Hukum islam dihasilkan untuk mewujudkan kemaslahatan dan kemajuan umuat. Untuk merealisasi ini dan dalam kapasitasnya yang lebih besar, bisa melalui proses siyasah syariyyah, dengan produk qanun atau perundang-undangan ; b. perubahan untuk tujuan lebih baik. Disini berarti sangat besar kemungkinannya untuk berubah, jika pertimbangan kemanfaatan untuk masyarakat itu muncul.
Ruang Lingkup Hukum Islam
Dalan hukum islam tidak dibedakan antara hukum perdata dengan hukum publik. Hal ini disebabkan menurut sistem hukum islam pada hukum perdata terdapat segi-segi publik dan pada hukum publik ada segi-segi perdatanya. Oleh karena itu dalam hukum Islam tidak dibedakan kedua bidang hukum itu. Yang disebutkan hanya bagian-bagiannya saja, seperti
(1) Munakahat
(2) Wirasah
(3) Muamalat dalam arti khusus
(4) Jinayat atau ukubat
(5) Al-ahkam as-sultoniyyah (khalifa)
(6) Siyar
(7) Mukhasshamat[3]
Kalau bagian bagian-bagian tersebut disusun menurut sistimatika hukum barat yang membedakan antara hukum perdata dengan hukum publik Maka susunan hukum muamalah dalam arti luas itu adalah sebagai berikut :
Hukum Privat :
1. Munakahat mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian serta akibat-akibatnya
2. Wirasah (faraidl) mengaur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan serta pembagian warisan ;
3. Muamalah dalam arti yang khusus, mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam soal jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan dan sebagainya.
4. Jinayat (Hukum Publik) yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman baik dalam jarimah hudud maupun dalam jarimah takzir.
5. Al-ahkam assultoniyyah membicarakan soal-soal yang berpusat kepada negara, ke pemerintah
6. Siyar mengatur urusan perang dan damai, tata hubungannya dengan pemeluk agama dan negara lain
7. Mukshshonat mengatur soal; peradilan, kehakiman dan hukum acara. [4]
Prinsip-prinsip Hukum Islam
Maksud prinsip dalam bahasan ini adalah titik tolak pembinaan hukum Islam dan pengembangannya. Prinsip ini berlaku dimanapun dan kapanpun di wilayah hukum Islam. Prinsip-prinsp itu adalah :
Pertama :
Tauhid Allah, prinsip ini menyatakan bahwa segala hukum dan tindakan seorang muslim mesti menuj kepada satu tujuan, yaitu Tauhid Allah, Tauhid Allah disini berarti kesatuan substansi hukum dan tujuan setiap tindakan manusia dalam rangka menyatu dengan kehendak Tuhan. Jalan untuk meraihnya tidak bisa lain kecuali dengan pernyataan
Kedua :
Prinsip ini menyatakan bahwa wahyu yang shah bersesuaian dengan penalaran yang sarih. Dengan kata lain wahyu tidak akan pernah bertentangan dengan akal. Ini berarti bahwa kebanaran wahyu adalah kebenaan yang mutlak dengan sendirinya. Wahyu tidak memerlukan pembuktian kebenarannya, baik secara rasional maupun empirik. Ia telah benar dengan sendirinya.
Ketiga :
Kembali kepada al-qur’an dan assunnah yang tidak pernah berlawanan dengan penalaran akal yang sarih. Namun demikian karena wahyu telah terhenti seiring dengan wafatnya Rasululah SAW. Maka pokok-pokok ajaran agama dianggap telah sempurna. Sementara response masyarakat muslim terhadap perubahan sosial budaya dapat berkembang melalui proses ijtihadi.
Keempat :
hal-hal yang berkenaan dengan pokok-pokok agama telah dijelaskan oleh Rasul. Ini berarti bahwa dalam hal-hal kehidupan dunia yang terus berubah menganut prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran.
Kelima :
Al-adalah, yang berarti keadilan. Yaitu keseimbangan dan moderasi yang menghendaki adanya keseimbangan dan kelayakan antara apa yang seharusnya dilakukan dengan kenyataan, keseimbangan antara kehendak manusia dan kemampuan merealisasikannya.
Keenam :
Bahwa kebenaran itu bukan pada alam idea, bukan pada alam cita-cita dan apa seharusnya, melainkan apa yang menjadi kenyataan. Prinsip ini menghendaki pelaksanaan. Hukum Islam itu dilakukan sesuai dengan apa yang paling mungkin dan tidak selalu mengharuskan dilaksanakan sesuai dengan apa yang diyakini paling tepat dan benar.
Ketujuh :
Al-Huriyyah yang berarti kemerdekaan atas kebebasan. Prinsip ini menyatakan bahwa setiap orang mempunyai kebebasan baik untuk beragama ataupun tidak. Tidak ada paksaan dalam beragama. Namun demikian sesuai dengan prinsif tauhid Allah, manusia telah diberi dua pilihan bersyukur atau berkufur.
Kedelapan :
Al-musawah; prinip ini secara etimologis berarti persamaan, prinsip menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai derajat yang sama. Pembentukan qonun hanya mungkin jika setiap individu masyarakat muslim terlindungi hak-hak asasinya yang sesuai prinsip hukum Islam, adalah Al-Hurriyyah, dan Al-Musawwah. Hak-hak asasi setiap individu muslim yang merupakan prinsip hukum Islam dalam bermasyarakat itulah yang memungkinkan terjadinya keseimbangan masyarakat,
Kesembilan :
Al-Musyawarah yang dapat berarti meminta pendapat dari pihak pimpinan kepada yang dipimpin atau berupa usul dari arus bawah, yakni dari lapisan masyarakat yang dipimpin kepada yang memimpinnya. Prinsip ini merupakan landasan hukum islam melalui proses taqnin dan menjadikannya sebagai hukum positif.[5]
Tujuan Hukum Islam
Agama Islam diturunkan Alloh mempunyai tujuan yaitu untuk mewujudkan kemaslahatan hidup manusia secara individual dan masyarakat. Begitu pula dengan hukum-hukumnya. Menurut Abu Zahroh ada tiga tujuan hukum Islam.[6]
1. Mendidik individu agar mampu menjadi sumber kebajikan bagi masyarakatnya dan tidak menjadi sumber malapetakata bagi orang lain.
2. Menegakkan keadilan di dalam masyarakat secara internal di antara sesama ummat Islam maupun eksternal antara ummat Islam dengan masyarakat luar. Agama Islam tidak membedakan manusia dari segi keturunan, suku bangsa, agama. Warna kulit dan sebagainya. Kecuali ketaqwaan kepada-Nya.
3. Mewujudkan kemaslahatan hakiki bagi manusia dan masyarakat. Bukan kemaslahatan semu untuk sebagian orang atas dasar hawa nafsu yang berakibat penderitaan bagi orang ain, tapi kemaslahatan bagi semua orang, kemaslahatan yang betul-betul bisa dirasakan oleh semua pihak.
Yang dimaksud dengan kemaslahatan hakiki itu meliputi lima hal yaitu Agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Yang lima ini merupakan pokok kehidupan manusia di dunia dan manusia tidak akan bisa mencapai kesempurnaan hidupnya di dunia ini kecuali dengan kelima hal itu. Menurutnya yang dimaksud dengan lima ini adalah:[7]
Memelihara Agama adalah memelihara kemerdekaan manusia di dalam menjalankan agamanya. Agamalah yang meninggikan martabat manusia dari hewan. Tidak ada paksaan di dalam menjalankan agama. Sudah jelas mana yang benar dan mana yang salah.
Memelihara jiwa adalah memelihara hak hidup secara terhormat memelihara jiwa dari segala macam ancaman, pembunuhan, penganiayaan dan sebagainya. Islam menjaga kemerdekaan berbuat, berpikir dan bertempat tinggal, Islam melindungi kebebasan berkreasi di lingkungan sosial yang terhormat dengan tidak melanggar hak orang lain.
Memelihara akal adalah memelihara manusia agar tidak menjadi beban sosial, tidak menjadi sumber kejahatan dan penyakit di dalam masyarakat. Islam berkewajiban memelihara akal sehat manusia karena dengan akal sehat itu manusia mampu melakukan kebajikan dan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat laksana batu merah di dalam bangunan sosial.
Memelihara keturunan, adalah memelihara jenis anak keturunan manusia melalui ikatan perkwainan yang sah yang diikat dengan suatu aturan hukum agama.
Memelihara harta benda adalah mengatur tatacara mendapatkan dan mengembang biakkan harta benda secara benar dan halal, Islam mengatur tatacara bermuamalah secara benar, halal, adil dan saling ridla merdlai. Islam melarang cara mendapatkan harta secara paksa, melalui tipuan dan sebagainya seperti mencuri, merampok, menipu, memeras dan sebagainya.
Muhammad Abu Zahro telah membagi kemaslahatan kepada 3 tingkatan : (1). Bersifat Dharuri (2). Haaji; (3). Tahsini.[8]
Yang bersifat Dharuri adalah sesuatu yang tidak boleh tidak harus ada untuk terwujudnya suatu maslahat seperti kewajiban melaksanakan hukuman qisas bagi yang melakukan pembunuhan sengaja, diyat bagi pembunuhan yang tidak sengaja.
Masalahat yang bersifat haaji adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk menolak timbulnya kemadlaratan dan kesusahan di dalam hidup manusia. Seperti diharamkan bermusuhan, iri dengki terhadap orang lain, tidak boleh egois.
Maslahat yang bersifat tahsini adalah sesuatu yang diperlukan untuk mewujudkan kesempurnaan hidup manusia.
Menurut Abdul Wahab Khalaf bahwa tujuan hukum Islam itu ada dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Dimaksud dengan tujuan umum ditetapkannya aturan hukum Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia didalam hidupnya, yang prinsifnya adalah menarik manfaat dan menolak kemadlaratan. Kemaslahatan manusia itu ada yang bersifat daruri, haaji dan tahsini.[9] Tujuan hukum Islam yang bersifat khusus adalah yang berkaitan dengan satu persatu aturan hukum Islam. Hal ini dapat diketahui dengan memahami asbabun nuzul dan hadits-hadits yang shahih.
[1] Ali-Juncio Abdul halim, 1966, Abu hanifah Batsahil hurriyyah Watasamuh Fil islam,
juz III, Majlis al kairo, Mesir.
[2] Ahmad malik Tauhid, 1981, Membina Pribadi Muslim dan Masyarakat, al-Hidayah.
[3] Abdul Qodri A.Azizy, 2001, Transformasi Foqh dalam Hukum Nasional, membedah
Peradilan Agama, PPHIM Jawa Tengah, Semarang,
[4] Mahmasoni, sobhi, 1981, falsafah Tasyri Fil Islam, Maarif Bandung.
[5] Muhammad abduh Malik,2003, Perilaku zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP,
bulan bintang,
[6] Mohammad Daud Ali, Asas-asas hukum islam, 1991, , Rajawali Pers,
[7] Hasby ash shiddieqi ,1975, Falsafah Hukum Islam, Bulan Bintang,
[8] Satria Efendi M. Zein, 2005, Ushul Fiqh, Prenada Media,
[9] Abdul Kadir, dkk. 2001, Membedah Peradilan Agama, Mencari Solusi untuk Reformasi
Hukum di Indonesia. LPKBHI Fak Syariah IAIN Walisongo dengan PPHIM PTA Jawa
Tengah