Pembahasan Ringkas
HUKUM ISLAM, SYARIAT DAN FIQIH
Pendidikan Islam - Hukum Islam by admin on 30 September 2014
Didalam kepustakaan hukum Islam berbahasa inggris, Syari’at Islam
diterjemahkan dengan Islamic Law, sedang Fiqih Islam diterjemahkan
dengan Islamic Jurispudence. Didalam bahasa Indonesia ,
untuk syari’at Islam, sering, dipergunakan istilah hukum syari’at atau
hukum syara’ untuk fiqih Islam dipergunakan istilsh hukum fiqih atau
kadang-kadang Hukum Islam.[1]
Dalam
praktek seringkali, kedua istilah itu dirangkum dalam kata hukum Islam,
tanpa menjelaskan apa yang dimaksud. Ini dapat dipahami karena hubungan ke
duanya memang sangat erat, dapat dibedakan, tetapi tidak mungkin dicerai
pisahkan. Syari’at adalah landasan fiqih adalah pemahaman tentang syari’at.
Perkataan syari’at dan fiqih (kedua-duanya) terdapat di dalam al-Qur’an,
syari’at dalam surat al-jatsiyah (45):18
Artinya
:. Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan)
dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti
hawa nafsu orang-orang yang tidak Mengetahui. [2]
Sedangkan
perkataan fiqih tersebut surat at-Taubah
(9): 122.
Artinya
: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari
tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya. Akan tetapi, perangkuman kedua istilah itu ke dalam satu perkataan,
sering menimbulkan salah pengertian terutama kalau dihubungkan dengan
perubahan dan pengembangan hukum Islam.[3]
Oleh
karena itu seorang ahli hukum di Indonesia harus dapat membedakan
mana hukum islam yang di sebut (hukum syari’at) dan mana pula hukum
Islam yang disebut dengan(hukum fiqih). Ungkapan bahwa hukum Islam adalah
hukum suci, hukum Tuhan, syariah Allah, dan semacamnya, sering dijumpai. Juga
demikian yang beranggapan bahwa hukum Islam itu pasti benar dan diatas
segala-galanya, juga tidak jarang kita dengar. Disini tampak tidak adanya kejelasan posisi dan
wilayah antara istilah hukum Islam dan syariah Allah
dalam arti konkritnya adalah wahyu yang murni yang posisinya diluar jangkaan
manusia.[4]
Pengkaburan
istilah antara hukum islam, hukum syar’i / syari’ah, atau bahkan syari’ah
Islam, pada hakikatnya tidak ada masalah. Namun pengkaburan esensi dan posisi
antara hukum Islam yang identik dengan fiqih, karena merupakan hasil ijtihad
tadi, dengan syari’ah yang identik dengan wahyu, yang berarti diluar jangkauan
manusia, adalah masalah besar yang harus diluruskan dan diletakkan pada posisi
yang seharusnya.
Sumber
utama hukum islam adalah Al-Qur’an, maka hukum Islam berfungsi sebagai pemberi
petunjuk, pemberi pedoman dan batasan terhadap manusia. Jika sesuatu itu haram,
maka hukum islam berfungsi sebagai pemberi petunjuk bahwa hal tersebut
tidak boleh dikerjakan, sebaliknya jika sesuatu itu wajib maka haruslah
dikerjakan.. dengan istilah lain ketentuan hukum islam itu berarti hasil
ijtihad fuqaha dalam menjabarkan petunjuk dari wahyu itu. Namun yang
terjadi selama ini seolah-olah hukum islam itu merupakan seperangkat
aturan dan batasan yang sudah mati, sehingga selalu terkesan pasif. Akhirnya
hukum islam menimbulkan kesan menakutkan bagi masyarakat sekitarnya, padahal
hukum islam itu harus bersifat aktif sesuai dengan pendapat Abu
Hanifah adanya istilah ma’rifat (mengetahui) dimana kalimah tersebut
memberi inspirasi untuk aktif tidak terlambat memberi ketentuan hukum islam,
jika muncul kasus baru. Batasan-batasan tersebut dalam ilmu hukum disebut
sebagai fungsi sosial control.[5]
Bersambung ....
Referensi
[1] Maksun Faiz, Konstitusionaisasi Hukum
Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, membedah Peradilan Agama, PPHIM Jawa Tengah,
Semarang, 2001, hlm. 171
[2] Al-qur’an dan terjemahannya 1978,
Departemen Agama Republik Indonesia ,
Bumi, hlm.817
[3] ibid. hlm. 301
[4] Maksun Faiz , Op. Cit.. 172