SEBUAH TINJAUAN TEORITIS TENTANG INOVASI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Karya Tulis Ilmiah - Makalah by admin on 21 Oktober 2020
Inovasi
pendidikan menjadi topik yang selalu hangat dibicarakan dari masa ke masa. Isu
ini selalu juga muncul tatkala orang membicarakan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan pendidikan. Dalam inovasi pendidikan, secara umum dapat
diberikan dua buah model inovasi yang baru yaitu: Pertama "top-down
model" yaitu inovasi pendidikan yang diciptakan oleh pihak tertentu
sebagai pimpinan/atasan yang diterapkan kepada bawahan; seperti halnya inovasi
pendidikan yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional selama ini. Kedua
"bottom-up model" yaitu model ionovasi yang bersumber dan hasil
ciptaan dari bawah dan dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan
penyelenggaraan dan mutu pendidikan.
Disamping
kedua model yang umum tersebut di atas, ada hal lain yang muncul tatkala
membicarakan inovasi pendidikan yaitu:
Ø
kendala-kendala,
termasuk resistensi dari pihak pelaksana inovasi seperti guru, siswa,
masyarakat dan sebagainya,
Ø
faktor-faktor seperti
guru, siswa, kurikulum, fasilitas dan dana
Ø
lingkup sosial
masyarakat.
1. Pendahuluan
Berbicara
mengenai inovasi (pembaharuan) mengingatkan kita pada istilah invention dan
discovery. Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru artinya
hasil karya manuasia. Discovery adalah penemuan sesuatu (benda yang sebenarnya
telah ada sebelumnya. Dengan demikian, inovasi dapat diartikan usaha menemukan
benda yang baru dengan jalan melakukan kegiatan (usaha) invention dan
discovery. Dalam kaitan ini Ibrahim (1989) mengatakan bahwa inovasi adalah
penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai
sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang
(masyarakat).
Inovasi dapat berupa hasil dari invention atau discovery. Inovasi dilakukan
dengan tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah (Subandiyah 1992:80)
Proses
dan tahapan perubahan itu ada kaitannya dengan masalah pengembangan
(development), penyebaran (diffusion), diseminasi (dissemination), perencanaan
(planning), adopsi (adoption), penerapan (implementation) dan evaluasi (evaluation)
(Subandiyah 1992:77)
2. Perubahan dan Inovasi Pendidikan
Pelaksanaaan
inovasi pendidikan seperti inovasi kurikulum tidak dapat dipisahkan dari
inovator dan pelaksana inovasi itu sendiri. Inovasi pendidikan seperti yang
dilakukan di Depdiknas yang disponsori oleh lembaga-lembaga asing cenderung
merupakan "Top-Down Inovation".
Inovasi
ini sengaja diciptakan oleh atasan sebagai usaha untuk meningkatkan mutu
pendidikan atau pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, ataupun
sebagai usaha untuk meningkatkan efisiensi dan sebaginya. Inovasi seperti ini
dilakukan dan diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan dan
bahkan memaksakan apa yang menurut pencipta itu baik untuk kepentingan bawahannya.
Dan bawahan tidak punya otoritas untuk menolak
pelaksanaannya.
Banyak
contoh inovasi yang dilakukan oleh Depdiknas selama beberpa dekade terakhir
ini, seperti Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Guru Pamong, Sekolah Persiapan
Pembangunan, Guru Pamong, Sekolah kecil, Sistem Pengajaran Modul, Sistem
Belajar jarak jauh dan lain-lain. Namun inovasi yang diciptakan oleh Depdiknas
bekerjasama dengan lembaga-lembaga asing seperti British Council. USAID dan
lain-lain banyak yang tidak bertahan lama dan hilang, tenggelam begitu saja. Model inovasi yang demikian hanya berjalan
dengan baik pada waktu
berstatus
sebagai proyek. Tidak sedikit model inovasi seperti itu, pada saat
diperkenalkan atau bahkan selama pelaksanaannya banyak mendapat penolakan
(resistance) bukan hanya dari pelaksana inovasi itu sendiri (di sekolah), tapi
juga para pemerhati dan administrator di Kanwil dan Kandep. Model inovasi
seperti yang diuraikan di atas, lazimnya disebut dengan model 'Top-Down
Innovation". Model itu kebalikan dari model inovasi yang diciptakan
berdasrkan ide, pikiran, kreasi, dan inisiatif dari sekolah, guru atau
masyarakat yang umumnya disebut model "Bottom-Up Innovation"
Pembahasan
tentang model inovasi seperti model "Top-Down" dan "Bottom-Up"
telah banyak dilakukan oleh para peneliti dan para ahli pendidikan. Sudah
banyak pembahasan tentang inovasi pendidikan yang dilakukan misalnya perubahan
kurikulum dan proses belajar mengajar.
White
(1988: 136-156) misalnya menguraikan beberapa aspek yang bekaitan dengan
inovasi seperti tahapan-tahapan dalam inovasi, karakteristik inovasi, manajemen
inovasi dan sistem pendekatannya.
Kennedy
(1987:163) juga membicarakan tentang strategi inovasi yang dikutip dari Chin
dan Benne (1970) menyarankan tiga jenis strategi inovasi, yaitu: Power Coercive
(strategi pemaksaan), Rational Empirical (empirik rasional), dan Normative-Re-Educative
(Pendidikan yang berulang secara normatif).
Strategi
inovasi yang pertama adalah strategi pemaksaaan berdasarkan kekuasaan merupakan
suatu pola inovasi yang sangat bertentangan dengan kaidah-kaidah inovasi itu
sendiri. Strategi ini cenderung memaksakan kehendak, ide dan pikiran sepihak
tanpa menghiraukan kondisi dan keadaan serta situasi yang sebenarnya dimana
inovasi itu akan dilaksanakan. Kekuasaan memegang peranan yang sangat kuat
pengaruhnya dalam menerapkan ide-ide baru dan perubahan sesuai dengan kehendak
dan pikiran-pikiran dari pencipta inovasinya. Pihak pelaksana yang sebenarnya
merupakan obyek utama dari inovasi itu sendiri sama sekali tidak dilibatkan
baik dalam proses perencanaan maupun pelaksanaannya. Para
inovator hanya menganggap pelaksana sebagai obyek semata dan bukan sebagai
subyek yang juga harus diperhatikan dan dilibatkan secara aktif dalam proses
perencanaan dan pengimplementasiannya.
Strategi
inovasi yang kedua adalah empirik Rasional. Asumsi dasar dalam strategi ini
adalah bahwa manusia mampu menggunakan pikiran logisnya atau akalnya sehingga
mereka akan bertindak secara rasional. Dalam kaitan dengan ini inovator
bertugas mendemonstrasikan inovasinya dengan menggunakan metode yang terbaik
valid untuk memberikan manfaat bagi penggunanya. Di samping itu, startegi ini
didasarkan atas pandangan yang optimistik seperti apa yang dikatakan oleh
Bennis, Benne, dan Chin yang dikutip dari Cece Wijaya dkk (1991).
Di
sekolah, para guru menciptakan strategi atau metode mengajar yang menurutnya
sesuai dengan akal yang sehat, berkaitan dengan situasi dan kondisi bukan
berdasarkan pengalaman guru tersebut. Di berbagai bidang, para pencipta inovasi
melakukan perubahan dan inovasi untuk bidang yang ditekuninya berdasarkan
pemikiran, ide, dan pengalaman dalam bidangnya itu, yang telah digeluti
berbualan-bulan bahkan bertahun-tahun. Inovasi yang demikian memberi dampak
yang lebih baik dari pada model inovasi yang pertama. Hal ini disebabkan oleh kesesuaian
dengan kondisi nyata di tempat pelaksanaan inovasi tersebut.
Jenis
strategi inovasi yang ketiga adalah normatif re-edukatif (pendidikan yang
berulang) adalah suatu strategi inovasi yang didasarkan pada pemikiran para
ahli pendidikan seperti Sigmund Freud, John Dewey, Kurt Lewis dan beberapa pakar
lainnya (Cece Wijaya (1991), yang menekankan bagaimana klien memahami
permasalahan pembaharuan seperti perubahan sikap, skill dan nilai-nilai yang
berhubungan dengan manusia.
Dalam
pendidikan, sebuah strategi bila menekankan pada pemahaman pelaksana dan
penerima inovasi, maka pelaksanaan inovasi dapat dilakukan berulang kali.
Misalnya dalam pelaksanaan perbaikan sistem belajar mengajar di sekolah, para
guru sebagai pelaksana inovasi berulang kali melaksanakan perubahan-perubahan
itu sesuai dengan kaidah-kaidah pendidikan. Kecenderungan pelaksanaan model
yang demikian agaknya lebih menekankan pada proses mendidik dibandingkan dengan
hasil dari perubahan itu sendiri. Pendidikan yang dilaksanakan lebih mendapat
porsi yang dominan sesuai dengan tujuan menurut pikiran dan rasionalitas yang
dilakukan berkali-kali agar semua tujuan yang sesuai dengan pikiran dan
kehendak pencipta dan pelaksananya dapat tercapai. Para
ahli mengungkapkan berbagai persepsi, pengertian, interpretasi tentang inovasi
seperti Kennedy (1987), White (1987), Kouraogo (1987) memberikan berbagai macan
definisi tentang inovasi yang berbeda-beda. Dalam hal ini, penulis mengutip
definisi inovasi yang dikatakan oleh White (1987:211) yang berbunyi:
"Inovation ......more than change, although all innovations involve
change." (inovasi itu lebih dari sekedar perubahan, walaupun semua inovasi
melibatkan perubahan).
Untuk
mengetahui dengan jelas perbedaan antara inovasi dengan perubahan, mari kita
lihat definisi yang diungkapkan oleh Nichols (1983:4).
"Change
refers to " continuous reapraisal and improvement of existing practice
which can be regarded as part of the normal activity ..... while innovation
refers to .... Idea, subject or practice as new by an individual or
individuals, which is intended to bring about improvement in relation to
desired objectives, which is fundamental in nature and which is planned and
deliberate."
Nichols
menekankan perbedaan antara perubahan (change) dan inovasi (innovation)
sebagaimana dikatakannya di atas, bahwa perubahan mengacu kepada kelangsungan
penilaian, penafsiran dan pengharapan kembali dalam perbaikan pelaksanaan
pendidikan yang ada yang diangap sebagai bagian aktivitas yang biasa. Sedangkan
inovasi menurutnya adalah mengacu kepada ide, obyek atau praktek sesuatu yang
baru oleh seseorang atau sekelompok orang yang bermaksud untuk memperbaiki tujuan
yang diharapkan.
Setelah
membahas definisi inovasi dan perbedaan antara inovasi dan perubahan, maka
berikut ini akan diuraikan tentang kendala yang mempengaruhi pelaksanaan
inovasi pendidikan.
3.
Kendala-kendala Dalam Inovasi Pendidikan
Kendala-kendala
yang mempengaruhi keberhasilan usaha inovasi pendidikan seperti inovasi
kurikulum antara lain adalah (1) perkiraan yang tidak tepat terhadap inovasi
(2). konflik dan motivasi yang kurang sehat (3). lemahnya berbagai faktor
penunjang sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya inovasi yang dihasilkan
(4). keuangan (finacial) yang tidak terpenuhi (5). penolakan dari
sekelompok
tertentu atas hasil inovasi (6) kurang adanya hubungan sosial dan publikasi
(Subandiyah 1992:81). Untuk menghindari masalah-masalah tersebut di atas, dan
agar mau berubah terutama sikap dan perilaku terhadap perubahan pendidikan yang
sedang dan akan dikembangkan, sehinga perubahan dan pembaharuan itu diharapkan
dapat berhasil dengan baik, maka guru, administrator, orang tua siswa, dan masyarakat
umumnya harus dilibatkan
4. Penolakan (Resistance)
Setelah
memperhatikan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan suatu inovasi pendidikan,
misalnya penolakan para guru tentang adanya perubahan kurikulum dan metode
belajar-mengajar, maka perlu kiranya masalah tersebut dibahas. Namun
sebelumnya, pengertian tentang resisten itu perlu dijelaskan lebih dahulu.
Menurut definisi dalam "Cambridge International English Dictionary of
English" bahwa Resistance is to fight against (something or someone) to
not be changed by or refuse to accept (something).
Bertdasarkan
definisi tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penolakan
(resistance) itu adalah melawan sesuatu atau seseorang untuk tidak berubah atau
diubah atau tidak mau menerima hal tersebut.
Ø
Sekolah atau guru
tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, penciptaan dan bahkan pelaksanaan
inovasi tersebut, sehingga ide baru atau inovasi tersebut dianggap oleh guru
atau sekolah bukan miliknya, dan merupakan kepunyaan orang lain yang tidak
perlu dilaksanakan, karena tidak sesuai dengan keinginan atau kondisi sekolah
mereka.
Ø
Guru ingin
mempertahankan sistem atau metode yang mereka lakukan saat sekarang, karena
sistem atau metode tersebut sudah mereka laksanakan bertahun-tahun dan tidak
ingin diubah. Disamping itu sistem yang mereka miliki dianggap oleh mereka
memberikan rasa aman atau kepuasan serta sudah baik sesuai dengan pikiran
mereka. Hal senada diungkapkan pula Day dkk (1987) dimana guru tetap mempertahankan
sistem yang ada
Ø
Inovasi yang baru yang
dibuat oleh orang lain terutama dari pusat (khususnya Depdiknas) belum
sepenuhnya melihat kebutuhan dan kondisi yang dialami oleh guru dan siswa. Hal
ini juga diungkapkan oleh Munro (1987:36) yang mengatakan bahwa "mismatch
between teacher's intention and practice is important barrier to the success of
the innovatory program"
Ø
Inovasi yang
diperkenalkan dan dilaksanakan yang berasal dari pusat merupakan kecenderungan
sebuah proyek dimana segala sesuatunya ditentukan oleh pencipta inovasi dari
pusat. Inovasi ini bisa terhenti kalau proyek itu selesai atau kalau finasial
dan keuangannya sudah tidak ada lagi. Dengan demikian pihak sekolah atau guru
hanya terpaksa melakukan perubahan sesuai dengan kehendak para inovator di
pusat dan tidak punya wewenang untuk merubahnya.
Ø
Kekuatan dan kekuasaan
pusat yang sangat besar sehingga dapat menekan sekolah atau guru melaksanakan
keinginan pusat, yang belum tentu sesuai dengan kemauan mereka dan situasi
sekolah mereka.
Untuk
mengatasi masalah dan kendala seperti diuraikan di atas, maka berikut ini
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan inovasi baru.
5. Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan Dalam
Inovasi
Untuk
menghindari penolakan seperti yang disebutkan di atas, faktor-faktor utama yang
perlu diperhatikan dalam inovasi pendidikan adalah guru, siswa, kurikulum dan
fasilitas, dan program/tujuan,
a. Guru
Guru
sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat
berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan guru
sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di kelas maupun efeknya
di luar kelas. Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak
dicapai.
Ada
beberapa hal yang dapat membentuk kewibawaan guru antara lain adalah penguasaan
materi yang diajarkan, metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi
siswa, hubungan antar individu, baik dengan siswa maupun antar sesama guru dan
unsur lain yang terlibat dalam proses pendidikan seperti adminstrator, misalnya
kepala sekolah dan tata usaha serta masyarakat sekitarnya, pengalaman dan
keterampilan guru itu sendiri
Dengan
demikian, maka dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru mulai dari
perencanaan inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya
memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan.
Tanpa melibatkan mereka, maka sangat mungkin mereka akan menolak inovasi yang
diperkenalkan kepada mereka. Hal ini seperti diuraikan sebelumnya, karena
mereka menganggap inovasi yang tidak melibatkan mereka adalah bukan miliknya
yang harus dilaksanakan, tetapi sebaliknya mereka menganggap akan mengganggu
ketenangan dan kelancaran tugas mereka. Oleh karena itu, dalam suatu inovasi pendidikan,
gurulah yang utama dan pertama terlibat karena guru mempunyai peran yang luas
sebagai pendidik, sebagai orang tua, sebagai teman, sebagai dokter, sebagi
motivator dan lain sebagainya. (Wright 1987)
b.
Siswa
Sebagai
obyek utama dalam pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar, siswa
memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses belajar mengajar, siswa dapat
menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensia, daya motorik,
pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada
paksaan. Hal ini bias terjadi apabila siswa juga dilibatkan dalam proses
inovasi pendidikan, walaupun hanya dengan mengenalkan kepada mereka tujuan dari
pada perubahan itu mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan, sehingga
apa yang mereka lakukan merupakan tanggung jawab bersama yang harus
dilaksanakan dengan konsekwen. Peran siswa dalam inovasi pendidikan tidak kalah
pentingnya dengan peran unsur-unsur lainnya, karena siswa bisa sebagai penerima
pelajaran, pemberi materi pelajaran pada sesama temannya, petunjuk, dan bahkan
sebagai guru. Oleh karena itu, dalam memperkenalkan inovasi pendidikan sampai
dengan penerapannya, siswa perlu diajak atau dilibatkan sehingga mereka tidak saja
menerima dan melaksanakan inovasi tersebut, tetapi juga mengurangi resistensi
seperti yang diuraikan sebelumnya.
c.
Kurikulum
Kurikulum
pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum sekolah meliputi program pengajaran dan
perangkatnya merupakan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di
sekolah. Oleh karena itu kurikulum sekolah dianggap sebagai bagian yang tidak
dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga dalam
pelaksanaan inovasi pendidikan, kurikulum memegang peranan yang sama dengan unsur-unsur
lain dalam pendidikan. Tanpa adanya kurikulum dan tanpa mengikuti program-program
yang ada di dalamya, maka inovasi pendidikan tidak akan berjalan sesuai dengan
tujuan inovasi itu sendiri. Oleh karena itu, dalam pembahruan pendidikan,
perubahan itu hendaknya sesuai dengan perubahan kurikulum atau perubahan
kurikulum diikuti dengan pembaharuan pendidikan dan tidak mustahil perubahan
dari kedua-duanya akan berjalan searah.
d.
Fasilitas
Fasilitas,
termasuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak bisa diabaikan dalam dalam
proses pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar. Dalam pembahruan
pendidikan, tentu saja fasilitas merupakan hal yang ikut mempengaruhi
kelangsungan inovasi yang akan diterapkan. Tanpa adanya fasilitas, maka
pelaksanaan inovasi pendidikan akan bisa dipastikan tidak akan berjalan dengan
baik. Fasilitas, terutama fasilitas belajar mengajar merupakan hal yang
esensial dalam mengadakan perubahan dan pembahruan pendidikan. Oleh karena itu,
jika dalam menerapkan suatu inovasi pendidikan, fasilitas perlu diperhatikan.
Misalnya ketersediaan gedung sekolah, bangku, meja dan sebagainya.
e.
Lingkup Sosial Masyarakat.
Dalam
menerapakan inovasi pendidikan, ada hal yang tidak secara langsung terlibat
dalam perubahan tersebut tapi bisa membawa dampak, baik positif maupun negatif,
dalam pelaklsanaan pembahruan pendidikan. Masyarakat secara tidak langsung atau
tidak langsung, sengaja maupun tidak, terlibat dalam pendidikan. Sebab, apa
yang ingin dilakukan dalam pendidikan sebenarnya mengubah masyarakat menjadi
lebih baik terutama masyarakat di mana peserta didik itu berasal. Tanpa melibatkan
masyarakat sekitarnya, inovasi pendidikan tentu akan terganggu, bahkan bisa
merusak apabila mereka tidak diberitahu atau dilibatkan. Keterlibatan
masyarakat dalam inovasi pendidikan sebaliknya akan membantu inovator dan
pelaksana inovasi dalam melaksanakan inovasi pendidikan.
6. Kesimpulan
Inovasi
pendidikan sebagai usaha perubahan pendidikan tidak bisa berdiri sendiri, tapi
harus melibatakan semua unsur yang terkait di dalamnya, seperti inovator,
penyelenggara inovasi seperti guru dan siswa. Disamping itu, keberhasilan
inovasi pendidikan tidak saja ditentukan oleh satu atau dua faktor saja, tapi
juga oleh masyarakat serta kelengkapan fasilitas.
Inovasi
pendidikan yang berupa top-down model tidak selamanya bisa berhasil dengan baik.
Hal ini disebabkan oleh banyak hal antara lain adalah penolakan para pelaksana
seperti guru yang tidak dilibatkan secara penuh baik dalam perencananaan maupun
pelaksanaannya. Sementara itu inovasi yang lebih berupa bottom-up model
dianggap sebagai suatu inovasi yang langgeng dan tidak mudah berhenti karena
para pelaksana dan pencipta sama-sama terlibat mulai dari perencanaan sampai
pada pelaksanaan. Oleh karena itu mereka masing-masing bertanggung jawab terhadap
keberhasilan suatu inovasi yang mereka ciptakan
Daftar Pustaka :
Cece
Wijaya, Djaja Jajuri, A. Tabrani Rusyam (1991) Upaya Pembaharuan dalam Bidang
Pendidikan dan Pengajaran. Penerbit PT. Remaja Rosdakarya- Bandung 1991.
Day,
C.P. Whitaker, and D. Wren (1987) Appraisal and Professional Development in the
Primary Schools, Philadelphia
: Open University Press.
Kennedy,
C. (1987) Innovation for Change: teacher development and innovation. ELT
Journal 41/3
Kouraogo,
P. (1987) Curriculum Renewal and INSET in Difficult circumstance. ELT Journal 41/3
Munro.
R.G. (1977) Innovation Success or Failure?. Bristol : J.W. Arrowss Smith Cambride English
Dictionary
Nicholls,
R. (1983) Managing Educational Innovation. London . George, Allen and Unwin.
Subandijah
(1992) Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. PT Raja Grafindo Persada-Yogyakarta
Semoga Bermanfaat
Semoga Bermanfaat